Home » , » Pilihlah Sendiri Pemimpin Idolamu

Pilihlah Sendiri Pemimpin Idolamu


(Oleh: Roby Krisnandra)


 Jika Nelson Mandela pernah berkata “Suatu isu yang membuat saya khawatir dipenjara adalah citra yang salah tentang diri saya didunia luar yaitu saya dianggap sebagai seorang malaikat. Saya tidak pernah menjadi  malaikat, bahkan dengan definisi dunia seorang malaikat yaitu seorang pendosa yang terus berusaha”.  Maka izinkan saya untuk mengamandemen isi kutipan tersebut menjadi “suatu isu yang membuat saya khawatir di organisasi kampus adalah citra yang salah tentang diri saya di dunia luar, yaitu saya dianggap sebagai seorang aktifis. Saya bukanlah seorang aktifis. Bahkan dalam definisi dunia seorang aktifis adalah seorang lugu yang terus berjuang”.
  
Sejatinya seorang mahasiswa haruslah memahami betapa pentingnya peranan yang sedang dijalaninya saat ini. Mahasiswa adalah bagian dari pemuda, dan pemuda saat ini adalah pemimpin dimasa yang akan mendatang. Berbicara mengenai pemimpin ingatkah kita ketika Abu Bakar As-Shiddiq berlari menuju kamarnya dan menangis tersedu-sedu ketika mengetahui dirinya diangkat menjadi seorang pemimpin bagi kaumnya? Lalu ingatkah pula kita akan kalimat yang pertama kali muncul dari bibir Umar Bin Khattab ketika diangkat oleh kaumnya menjadi seorang pemimpin?
Ya, kalimat istighfar. Kalimat itulah yang pertama kali muncul dari bibir Umar. Itulah beberapa penggalan kisah dari para pendahulu kita yang sangat begitu memahami akan beratnya tugas menjadi seorang pemimpin.
Namun fenomena berbeda yang terjadi di zaman sekarang ini, orang-orang malah saling bersaing untuk bisa  menjadi seorang pemimpin dan rela mengorbankan apupun yang ia punya untuk bisa menjadi seorang pemimpin atau menjadi seseorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi. Bahkan yang sama sekali tidak mempunyai kapasitas menjadi seorang pemimpin sekalipun memaksakan diri dan sangat berambisi untuk bisa menjadi seorang pemimpin. Itulah akibat dari kurangnya kepemahaman bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang mereka pimpin kelak diakhirat. hingga akhirnya negeri kita ini bagaikan sebuah kapal yang di nahkodai oleh seseorang yang buta. Sehingga kita menjadi sama-sama faham, belum lagi banyak media yang menambahkan, pemerintah kita terlihat bener-benar bobrok dengan berbagai macam problematika yang terjadi disetiap lini dan seakan tidak ada lagi ruang untuk perbaikan.

Orang-orang yang baik berhati malaikat seakan hanya ada didalam dongeng penghantar tidur saja. Yang ada hanyalah orang-orang penebar janji palsu dan penghianatan yang merajalela. Oleh sebab itulah didalam penyelenggaraan pemilu banyak sekali masyarakat yang memilih golput dan tidak memilih siapapun jua karna kepercayaannya telah hilang akibat terus-terusan dibohongi dan dipermainkan. Sehingga jumlah pendukung golput pada hasil pemilu tahun 2009 kemarinpun menunjukkan jumlah golput lebih dari dua kali lipat dari jumlah partai pemenang pemilu itu sendiri. Sungguh ironis memang.

Namun tak sadarkah kita masih ada orang-orang  yang baik dengan segudang prestasi  bukan hanya sekedar bermodal pencitraan belaka terus bekerja dan berjuang tanpa disorot oleh media. Masih ada para pemimpin yang melayani dan mengayomi dengan sepenuh hati. Masih ada partai-partai yang berjuang diparlemen untuk mempersembahkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Masih ada dan masih banyak relawan-relawan yang terus bekerja dan berjuang secara ikhlas demi tercapainya suatu kemakmuraan bagi bangsa. karna pada hakekatnya  mereka itulah orang-orang yang soleh dan juga adil anugerah terindah dari Tuhan yang masih dimiliki oleh negeri ini.

Akan tetapi karna virus kekecewaan telah berkembang dan menggerogoti setiap bagian dari sel masyarakat sehingga membuat gerakan golput kian marak terjadi. Sungguh ironis memang, seharusnya momen pemilu merupakan momen yang patut kita syukuri bersama karna dimomen inilah kita bisa menyuarakan harapan kita untuk mendapatkan pemimpin yang adil dengan pemilihan secara langsung. Dan disaat momen ini pula semua suara kita disetarakan, tidak memandang status sosial, pekerjaan, kedudukan dan lainnya, semua sama dan setara dalam  pemungutan suara. Tidak ada hak istimewa, suara dosen setara dengan mahasiswanya, suara buruh setara dengan majikannya, suara tukang becak sekalipun juga setara dengan direktur yang ada di perusahaan-perusahaan besar dan seterusnya.

Namun yang patut kita renungkan yaitu penggalan dari firman Allah SWT yang terkandung dalam Q.S. Ar-Raad Ayat 11 yang berbunyi “...Sesunggugnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” Penggalan firman Allah SWT tersebut harusnya menjadi penyadar kita untuk lebih cerdas lagi dalam bertindak lebih-lebih dalam menentukan pilihan disaat pemilu yang akan diselenggarakan pada tanggal 9 April 2014 nanti. Jika kita golput maka apakah kita rela jika pemimpin yang dzolim menguasai negeri ini. Maka dari itu sebagai seorang mahasiswa hendaknya kita menjadi pelopor dalam meninggalkan  kebiasaan golput yang marak terjadi.

Gunakan hak suara kita dengan tepat dan mari kita rubah pola lama serta kita jadikan pemilu untuk menghantarkan para pemimpin yang soleh, adil dan amanah untuk dapat bekerja dan melayani kita dengan sebaik-baiknya. Semoga saja ditahun ini kita mendapatkan sosok pemimpin yang menjadi harapan kita bersama yaitu pemimpin yang membawa kita kearah yang lebih baik lagi.
“pemimpin yang adil hanya akan ada di dalam mimpi jika kita hanya duduk saja tanpa ikut berpartisipasi dalam mewujudkannya”

Editor: LsR

1 komentar: